Seorang Wanita

Entah mengapa bagi kebanyakan kaum pria, kemolekan dan kecantikan seorang wanita amatlah penting dan dijadikan sebuah standar utama besarnya kualitas surga dunia yang akan didapatkannya nanti. Bagi sebagian kecil wanita, semakin cantik dirinya maka semakin jelas baginya untuk sadar diri bahwa kecantikannya adalah anugerah terbesar untuk dipamerkan, mereka bangga memiliki tubuh yang telah mereka poles sempurna, memiliki mata yang indah dengan bulu mata selebar kipas hadiah kawinan, bahkan tak jarang dari mereka sampai rela menggunakan kosmetik khusus untuk merubah rona wajah aslinya menjadi warna merah mengkilat seperti warna traffic light perempatan jalan pertanda lampu untuk berhenti, mereka ingin tampil beda dan lebih unggul dari kaum sejenisnya dengan membuktikan lifestyle cara berpakaian yang pada dasarnya sama saja, hingga saking ingin tampil beda dan tak mau disamakan mereka rela berpenampilan eksotis seperti seorang bocah setengah telanjang girang hendak terjun kesungai untuk berenang.
Sarkasme bahasa diatas terlontar tidaklah sekedar tanpa alasan karena disisi lain cantik dalam berpenampilan sangatlah penting namun seharusnya masih berpegang pada prinsip latar belakang sosial budaya dan kebiasaan lama di negeri ini salah satunya yaitu moral dan kehormatan yang dulu pernah dijadikan sebagai harga diri nenek moyang.. Oke oke, mungkin terlalu klasik dan munafik sekali jika bicara mengenai hal tersebut.. adat, kehormatan, budaya bla bla bla dan lain sebagainya terdengar seperti ucapan tua bangka jika dijejalkan dikuping generasi sekarang.
Saya sempat meringis ketika melihat seorang pria muda menyapa seorang wanita dengan dandanan yang extra show off dan pakaiannya yang wow, lebih tepatnya sang pria menyapa dengan panggilan centil menggoda lantas sang wanita memperlihatkan raut muka seperti telah dilecehkan disertai pandangan tajam kearah sang pria. Masalahnya disini adalah sang pria yang notabenenya adalah “pejantan” yang memang sudah dirancang memiliki implus lebih menonjol dan tidak bisa disamarkan mencoba untuk menarik perhatian sang wanita yaitu “betina” yang notabenenya lebih bersifat menarik perhatian lawan jenisnya. Sang wanita merasa tidak dihormati dan merasa tidak diperlakukan normal seperti wanita pada umumnya, sang wanita menganggap perbuatan sang pria amatlah pengecut, tidak sopan, lancang, kampungan atau tidak gentle menurut dia.
Nah, sekarang pertanyaan mendasar adalah..
“bagaimana bisa sang wanita ingin dihormati oleh sang pria sedangkan dia sendiri sebagai seorang wanita lebih menunjukkan karakter “betina” yang terlalu wow jika dibandingkan dengan wanita lainnya yang lebih sopan???”
Berikutnya saya sangat tertawa ketika melihat sekilas info di media televisi sampah yang menayangkan demonstrasi puluhan wanita yang entah dari mana asalnya berdemo disekitar bundaran Hotel Indonesia karena mengecam aksi pemerkosaan wanita (secara sepihak bukan suka sama suka tentunya:D) didalam angkutan penumpang DKI Jakarta dan sekitarnya dengan disertai orasi bahwa kaum pria tidak seharusnya menganggap penampilan MODIS para wanita sebagai "objek wisata" dan tidak sepatutunya melarang bagaimana mereka berpenampilan karena itu merupakan hak perogratif mereka (syuper sekali :D).
 Demonstrasi yang mereka lakukan dimata saya adalah SALAH BESAR karena tidak melihat bahwa pada saat itu mereka sedang berdiri di bumi Indonesia dan bukan dibumi United States, Bumi Indonesia yang masyarakatnya jauh sekali belum siap dan “terdidik” untuk melihat hal-hal fulgar sedari mereka kecil, Bumi Indonesia yang memiliki mayoritas masyarakat dengan pola pikir yang berakar kuat bahwa sedari kecil lebih diajarkan untuk beribadah, mengaji atau membaca alkitab oleh orang tuanya dengan lingkungan yang alim, sederhana dan saling menghormati dan jauh sekali jika dibandingkan dengan kebanyakan negara barat yang memang sedari kecil masyarakatnya sudah terbiasa melihat hegemoni lingkungan dan lifestyle yang fulgar sehingga mental mereka sudah sangat siap dan “terdidik” ketika usia mereka menginjak dewasa.
Saya sendiri kurang setuju apabila “implus” dari para pria lebih disalahkan dan dipojokkan karena pada dasarnya pria memang dari sononya sudah diciptakan dengan kelebihan beban berupa hawa nafsu dan pikiran yang hanya terfokus pada satu titik bila melihat sesuatu, apapun itu bentuknya. Para wanita seharusnya tahu akan hal sepele tersebut dan semampunya mengurangi pancingan mereka agar para pria tidak tegang karena implusnya naik keujung kepala. Tapi demi lifestyle dan trendy mereka dengan seenaknya melupakan kehormatannya sendiri didepan banyak pasang mata.
Setidaknya jika ingin dihormati oleh orang lain maka seharusnya terlebih dahulu menghormati dirinya sendiri.
Lebih jauh saya menilai bahwa generasi sekarang adalah generasi yang meminta bahkan cenderung memaksa untuk membudayakan western lifestyle sebagai acuan standar hidup karena mereka memandang bahwa dunia modern adalah western lifestyle. Adanya sebuah sistem globalisasi dari media juga membuat cepatnya wersternisasi budaya asli pribumi yang malah sangat disayangkan oleh budayawan asing, mereka menyatakan turut berduka cita jika eksotisme budaya asli pribumi Indonesia tidak bisa survive dari ancaman westernisasi budaya.
Dan sedikit saran untuk para wanita yang diambil dari dalam komik berjudul Hidup Itu Indah karangan Komikus kawakan mas Aji Prasetyo :
“jangan sering-sering pamer lekuk tubuh didepan lelaki, karena jika sangat keseringan dilakukan implus mereka akan memudar. Jika itu terjadi, wanita terpaksa menambah “kadar seksinya” (demikian seterusnya) sampai suatu saat untuk menarik perhatian para pria, wanita berlomba untuk telanjang”

Page view

free counters

Followers

Facebook Twitter RSS